Definisi Zakat

on Sabtu, 22 Agustus 2009


Zakat menurut etimologi
Zakat menurut etimologi berarti, berkat, bersih, berkembang dan baik. Dinamakan zakat karena, dapat mengembangkan dan menjauhkan harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Menurut Ibnu Taimiah hati dan harta orang yang membayar zakat tersebut menjadi suci dan bersih serta berkembang secara maknawi.

Zakat menurut terminologi Zakat menurut terminologi berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah swt. untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Alquran. Atau bisa juga berarti sejumlah tertentu dari harta tertentu yang diberikan untuk orang tertentu. Lafal zakat dapat juga berarti sejumlah harta yang diambil dari harta orang yang berzakat.

Zakat dalam Alquran dan hadis kadang-kadang disebut dengan sedekah, seperti firman Allah swt. yang berarti, "Ambillah zakat (sedekah) dari harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah buat mereka, karena doamu itu akan menjadi ketenteraman buat mereka." (Q.S. At Taubah, 103). Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah saw. ketika memberangkatkan Muaz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda, "Beritahulah mereka, bahwa Allah mewajibkan membayar zakat (sedekah) dari harta orang kaya yang akan diberikan kepada fakir miskin di kalangan mereka." (Hadis ini diketengahkan oleh banyak perawi)



Sumber :
23 Agustus 2009

Sumber Gambar:

Ibadah Zakat

Ibadah zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu. Allah menegaskan dalam Al-qur'an:"Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat." Surat An Nur 24:56

Zakat merupakan pilar utama untuk menegakkan keadilan sosial, seperti ditegaskan di dalam Al Qur'an: "Dan pada harta benda mereka terdapat hak orang miskin yang meminta-minta dan orang miskin yang tidak meminta-minta." Surat Az Zariyat 51:19

Disamping itu, zakat juga berfungsi untuk meningkatkan derajad ketaqwaan individu, seperti ditulis di dalam Al Qur'an: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui."Surat At Taubah 9:103

Adapun syarat-syarat umum wajib zakat:
1. Islam. Zakat hanya diwajibkan bagi orang yang beragama Islam.
2. Merdeka: hamba sahaya tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali zakat fitrah, sedangkan tuannya wajib mengeluarkan untuknya.
3. Milik sepenuhnya. Harta yang akan dizakati harus merupakan milik sepenuhnya seorang muslim yang merdeka. Bagi harta yang merupakan hasil kerjasama dengan orang non-muslim, maka hanya harta orang muslim itu saja yang dikeluarkan zakatnya.
4. Cukup haul. Pengertiannya, harta tersebut telah dimiliki selama genap satu tahun, yakni selama 354 hari menurut penanggalan Hijrah atau 365 hari menurut penanggalan Masehi.
5. Cukup nisab.Yang dimaksud nisab adalah nilai terkecil harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Umumnya standar nisab zakat harta (maal) menggunakan harga emas saat ini, jumlahnya 85 gram. Nilai emas inilah yang menjadi ukuran nisab dari berbagai zakat harta, seperti zakat uang simpanan, zakat emas-perak, zakat saham dan obligasi, zakat perniagaan, zakat simpanan pensiun, zakat pendapatan dan profesi, dan sebagainya.

Zakat harta yang memakai standar nisab emas ini besarnya 2,5% (dua setengah persen) dari nilai harta yang akan dizakati. Sedangkan harta-harta jenis lain seperti ternak, pertanian biji-bijian, memakai cara perhitungan tersendiri.

Sumber :

http://www.ydsf.or.id/panduan.php?mn=zakat

23 Agustus 2009

Sumber Gambar:

http://www.amp.org.sg/wd/cms_data/zakat2005.jpg


Zakat Harta Simpanan Deposito dan Tabungan


Pertanyaan :

Assalamu'alaikum Wr. Wb,

Pak Ustadz yg Insya Allah dirahmati oleh Allah SWT,

Saya ada beberapa pertanyaan yang mengganjal mengenai zakat sbb:

Dari penghasilan saya, sudah saya keluarkan zakat bulanan sebesar 2,5% langsung dari total pengasilan, jadi Insya Allah penghasilan saya sudah bersih. Nah dari sisa penghasilan yang saya sudah keluarkan zakatnya tsb, Alhamdulillah saya masih bisa menyimpan dalam bentuk deposito, tabungan, asuransi anak-2, emas dll. Pertanyaannya adalah:

1. Apakah atas simpanan saya tersebut saya masih harus mengeluarkan zakat?

2. Bagaimana cara penghitungannya?

3. Kapan saya harus membayar zakatnya?

Mohon pencerahannya. Sebelumnya saya sampaikan terima kasih.

Jazakumullah khairan katshiraa.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Mas In


Jawaban :

Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Mas In yang baik. Selamat ya Mas sudah mengeluarkan zakatnya semoga dikategorikan oleh Allah sebagai orang yang beruntung/sukses di dunia dan di akhirat. amin.

Untuk menjawab pertanyaan pertama Mas In, apakah harta simpanan (deposito, tabungan, asuransi anak-2, emas dll) masih harus mengeluarkan zakat?

Allah SWT berfirman yang artinya: “…dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah (9): 34)

Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya “Fiqh az-Zakat” menjelaskan ayat tersebut condong kepada emas dan perak dalam artian uang/harta simpanan. Ayat tersebut menunjukkan ancaman Allah dalam dua hal yaitu pertama; penyimpanannya (termasuk harta simpanan emas, perak, deposito, tabungan, asuransi anak-2 dan lain-lain) dan kedua; dan orang yang tidak menginfakkanya (berzakat) di jalan Allah ketika sudah cukup harta simpanannya akan nishabnya.

Bahkan Rasulullah bersabda: “Tiadalah bagi pemilik simpanan yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali dibakar diatasnya di neraka jahanam” (HR. Bukhori) lihat subussalam II, hal.129.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka seluruh harta baik gaji/penghasilan/keuntungan maupun harta simpanan yang sudah dimiliki selama satu tahun (haul) dan cukup nishabnya setara dengan emas 85 gram maka wajib zakat. Jadi sekali lagi, kalau harta simpanan dimiliki sudah setahun atau lebih maka wajib juga dizakati.

Oleh karenanya maka kita harus menghitung secara total pendapatan gaji dan harta simpanan yang Mas miliki. Atau diakumulasikan pendapatan selama setahun. Dengan kata lain apabila telah berlalu satu haul dan telah sempurna, bersama pemilikan, serta mencapai nisabnya, maka diwajibkan padanya zakat, baik itu gaji bulanan, atau harta yang yang Mas simpan selain dari gaji bulanannya, atau selainnya, maka wajib zakat senilai 2,5% pada harta yang ada.

Pertanyaan kedua cara perhitungan zakat harta Mas In ditotal selama setahun sebagai berikut:
A. Pemasukan
(1) - Total Pemasukan/gaji
@Rp. 5.000.000,- x 12 = Rp. 60.000.000,-
- Harta Simpanan dalam bentuk deposito,
Tabungan, asuransi, saham dll. Rp. 150.000.000,-
- Emas 90 gram
@Rp. 300.000,- x 90 =
Rp. 27.000.000,-
Total : Rp. 237.000.000,-

(2) Hutang dan pajak Rp. 5.000.000,-
Saldo (total 1- total 2)
Rp. 232.000.000,-

B. Nishab
Nishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) = Rp. 25.500.000,-

C. Zakatkah?
Berdasarkan simulasi data pemasukan Mas In tersebut (sebesar Rp. 232.000.000,-), berarti Mas In wajib mengeluarkan zakatnya secara menyeluruh dari harta kekayaan yang dimiliki (baik dari gaji maupun harta simpanan) sebab sudah melebihi nishabnya (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-). Jadi perhitungan zakatnya 2,5% x Rp. 232.000.000,- = Rp. 5.800.000,-. (berarti zakat yang dikeluarkan oleh mas toni jika ingin pertahun yang dikeluarkan zakatnya sebesar bilangan tersebut) atau dicicil jika takut memberatkan sebesar Rp. 483.333,- (jika perbulan zakat profesi dan harta simpanan yang dikeluarkan).

Pertanyaan ketiga kapan waktu mengeluarkan zakatnya? Khalifah Utsman bin Affan menyarankan mengeluarkan zakat setiap bulan Islam yaitu setiap bulan Muharram. Namun, jumhur ulama tidak membatasi waktu mengeluarkan zakat terserah mulai bulan apa saja. Bahkan jumhur ulama menjelaskan boleh kita mengeluarkan zakat tersebut sekaligus setahun sekali atau dengan perbulan sekali (jika dikhawatirkan dapat menyulitkan dan memberatkan saat mengeluarkan zakat) terserah yang dipilih adalah apakah yang tidak memberatkan atau mau sekaligus. Yang jelas, jika ditotal setahun besar zakat yang dikeluarkan akan sama dengan perbulan yang dicicil.

Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.

Muhammad Zen, MA


Sumber :

http://www.eramuslim.com/konsultasi/zakat/serba-serbi-zakat.htm

23 Agustus 2009

Sumber Gambar:

http://www.amp.org.sg/wd/cms_data/zakat2005.jpg

Zakat dan Derita Kaum Miskin

Tragedi pembagian zakat di Pasuruan yang menewaskan 21 orang merupakan sebuah potret kemiskinan bangsa Indonesia yang akut.



Ini adalah gambaran memilukan bagi bangsa besar dengan potensi kekayaan alam melimpah. Kaum miskin harus rela menderita dan mati hanya untuk mendapat zakat. Inilah wujud kemiskinan paling nyata dalam hidup manusia.




Dalam hal ini, refleksi bersama yang harus dituntaskan adalah bagaimana mengelola zakat sebagai bagian upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Zakat tidak boleh lagi menjadi petaka, tetapi menjadi anugerah bagi kaum miskin. Tragedi kemanusiaan di Pasuruan harus menjadi cambuk bagi pemerintah dan pengelola zakat, baik individual maupun kelompok, untuk menuntaskan mekanisme pengelolaan zakat.




Potensi pengelolaan zakat


Zakat merupakan potensi besar yang dimiliki Islam untuk menciptakan keadilan sosial, terutama untuk membantu fakir miskin. Islam sebagai agama universal memiliki mekanisme yang jelas tentang distribusi kekayaan untuk keadilan sosial. Karena dengan membayar zakat, terjadi sirkulasi kekayaan dalam masyarakat, yang tidak saja dinikmati orang kaya, tetapi dinikmati juga orang miskin.
Secara global, potensi zakat cukup besar. Asumsinya, besar zakat yang dapat dikumpulkan adalah 2,5 persen dari total produk domestik bruto (PDB). Dengan asumsi itu, Arab Saudi memiliki potensi zakat hingga 5,4 miliar dollar AS atau Rp 48,6 triliun (1 dollar AS setara Rp 9.000). Adapun Turki berpotensi lebih besar, 5,7 miliar dollar AS (Rp 51,3 triliun), sedangkan potensi Indonesia hingga 4,9 miliar dollar AS atau Rp 44,1 triliun (Irfan Syauqi Beik, 2007).


Meskipun demikian, fakta menunjukkan kondisi yang amat ironis. Hingga kini belum ada satu negara Islam pun yang mampu mengumpulkan zakat hingga 2,5 persen dari total PDB-nya. Malaysia pada tahun 2006 hanya mampu mengumpulkan zakat 600 juta ringgit (Rp 1,5 triliun), atau sekitar 0,16 persen dari total PDB. Begitu pun Indonesia hanya mengumpulkan Rp 800 miliar atau hanya 0,045 persen dari total PDB. Secara umum, negara-negara Teluk hanya mampu mengumpulkan zakat rata-rata 1,0 persen dari PDB.


Padahal, jika dikelola dengan baik, zakat dapat diarahkan pada usaha pemerataan ekonomi masyarakat. Jika zakat dapat dikelola efektif dan efisien, terjadi keseimbangan sirkulasi ekonomi masyarakat. Masyarakat miskin akan mendapatkan haknya secara lebih baik guna memenuhi kebutuhan dasar. Dengan demikian, zakat akan berfungsi sebagai salah satu instrumen mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan mempersempit kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin. Zakat dapat membentuk integrasi sosial serta memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat.


Untuk mencapai cita-cita keadilan sosial, zakat harus dikelola dengan baik dan menggunakan sistem yang akuntabel. Sayang, pengelolaan zakat masih berkutat dalam bentuk-bentuk konsumtif-karikatif yang tidak menimbulkan dampak sosial berarti. Zakat hanya diberikan langsung oleh tiap pembayar kepada penerima sehingga zakat tidak menjadi sistem sosial yang mampu melakukan transformasi sosial. Bahkan, pembagian zakat justru menimbulkan malapetaka kemanusiaan.


Transformasi pelembagaan zakat


Karena itu, dalam rangka mengelola dan memberdayakan potensi zakat sebagai kekuatan ekonomi masyarakat, keberadaan institusi zakat sebagai lembaga publik di masyarakat menjadi amat penting. Institusi zakat, selain sebagai lembaga di masyarakat, juga sebagai sistem atau mekanisme yang berfungsi mengelola dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat yang bersifat produktif, seperti membuka lapangan kerja atau memberi bantuan modal guna membuka usaha mandiri.


Sayang, negara baru berhasil dalam tingkatan normatif-formalistik dengan mengeluarkan beberapa regulasi tentang zakat, antara lain Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat; Peraturan Menteri Agama No 5/1968 tentang Pembentukan Baitul Mal di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kotamadya; Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No 29 dan 47/1991 tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah; Instruksi Menteri Dalam Negeri No 7/1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah; dan UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat.


Namun, di tingkat kultural dan institusionalisasi, badan amil zakat, infak, dan sedekah (baziz) yang dibentuk pemerintah tidak berhasil mendapat kepercayaan masyarakat. Padahal, soal pengelolaan zakat selalu berpangkal pada kepercayaan publik (trust). Inilah yang harus dibenahi pemerintah agar baziz di tingkat pusat hingga daerah benar-benar dipercaya publik. Publik masih khawatir jika dana zakat yang mereka berikan dikorupsi atau dikelola bukan untuk kaum miskin. Publik lebih suka menyalurkan zakat langsung kepada individu atau lembaga zakat swasta. Tak mengherankan jika di Indonesia baziz yang dibentuk pemerintah kalah bersaing dengan lembaga-lembaga zakat swasta yang relatif lebih modern, akuntabel, dan dipercaya. Di sinilah tantangannya melembagakan pengelolaan zakat.

Tampaknya kita perlu belajar dari Pemerintah Malaysia dalam penanganan zakat. Masalah pengelolaan zakat yang dihadapi Malaysia diatasi dengan pendekatan baru. Itu ditandai dengan dioperasionalkannya Pusat Pungutan Zakat (PPZ) di Kuala Lumpur. PPZ yang didesain konsultan Coopers & Lybrand bukanlah lembaga pemerintahan, tetapi murni perusahaan swasta yang disewa pemerintah. Sebagai perusahaan swasta, kedudukan PPZ independen, posisinya sejajar dengan Baitul Mal. Dan, PPZ berhasil mendapatkan kepercayaan publik.



Transformasi pengelolaan zakat ke arah yang lebih menyejahterakan kaum miskin adalah cita-cita bersama untuk menciptakan keadilan sosial. Kaum miskin tidak boleh lagi diperalat untuk kepentingan individu atau kelompok dengan iming- iming mendapat bagian zakat. Kaum miskin harus diperlakukan sebagai manusia yang berdaya dan sederajat sebagai makhluk Tuhan (jpr). *(20 September 2008)


Sumber :


Khamami Zada Analis Keagamaan PP Lakpesdam NU; Pengajar pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
23 Agustus 2009
Sumber Gambar:



Rahasia Infaq

Diakui atau tidak, kita dalam hidup sehari-hari masih selalu terserimpung dengan perasaan berat untuk menginfakkan sebagian harta kita kepada yang berhak. Kita sering tidak merasa tersentuh oleh anak-anak kecil yang memanggil-manggil dengan menjajakan koran di depan jendela mobil kita, saat kita berhenti di persimpangan jalan. Kita sering perhitungan untuk membantu tetangga yang kelaparan, para pengemis yang terdesak lapar, para fakir miskin yang tidak sanggup lagi membiayai anaknya sekolah. Untuk zakat saja yang merupakan kewajiban, kita selalu berusaha menghindar dan mencari-cari alasan. Apa yang membuat berat? Apakah harta kita akan berkurang? Apakah Infaq dan zakat memang menguras harta kekayaan kita?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini ada beberapa hal yang harus disadari:

Pertama: kurangnya, kalau tidak ingin disebut tidak ada, kesadaran bahwa harta yang kita miliki itu sebenarnya milik Allah. Kita bukan pemilik yang sebenarnya. Kita hanya pembawa amanat. Suatu saat, sehebat apapun kita menjaga dan menyimpannya, kita pasti akan meninggalkannya. Kita pasti akan berpisah dengan harta kekayaan, bahkan kita akan diminta pertanggung jawaban mengenai sejauh mana kita menggunakan harta yang kita genggam. Tidak adanya kesadaran seperti ini, menyebabkan lahirnya pemahaman yang salah: bahwa harta itu itu milik kita sepenuhnya, ia adalah hasil keringart dan jerih payahnya. Akibatnya ia menjadi pelit dan kikir, padahal kalau ia pikirkan secara mendalam, ia akan sampai kepada sebuah ajwaban, bahwa yang menentukan kaya tidaknya seseorang, bukan karena keringat dan jerih payahnya, melainkan Allah.

Lihat kenyataan yang sering ada dalam kehidupan kita, banyak kita menyaksikan saudara-saudara kita bekerja keras siang dan malam, tapi ternyata rejekinya masih saja hanya cukp dimakan. Di saat yang sama kita juga menyaksikan sejumlah orang yang hanya duduk santai, bahkan tidur-tiduran,tapi Allah melimpahkan kepadanya kekayaan yang melimpah ruah.

Kedua: kurang mantapnya keyakinan akan janji Allah, bahwa setiap apa yang kita infakkan akan mendapatkan ganti tujuh ratus kali lipat. Akibatnya kita selalu keberatan untuk berinfaq. Sebab kita selalu yakin bila berinfaq hartanya pasti akan berkurang, padahal janji Allah pasti dan tidak pernah diingkari. Sungguh betapa banyak bukti-bukti yang menguatkan betapa Allah melimpahkan harta orang-orang yang selalu membayar zakat dan infaq. Dalam kisah orang-orang soleh sering kita membaca bahwa mereka begitu kuat keyakinanya terhadap janji Allah tersebut, sehingga mereka tidak pernah sama sekali terbebani oleh dunia yang ada di tangan mereka. Imam Ahmad bin Hanbal, ketika diberi hadiah oleh seorang khalifah sejumlah hadiah, beliau tidak pernah berfikir bagaimana menikmati harta tersebut, malainkan beliau segera menginfakkannya kepada yang berhak. Itulah kemudian kita menyaksikan kehidupan beliau begitu berkah, dinamis dan produktif, tidak terbebani permasalahan dunia apapun. Apalagi beliau memang memilih hidup sederhana.

Ketiga: kita selalu dikuasai oleh perasaan ingin dipuji, ingin dibilang bahwa kita dermawan. Kalau tidak ada yang menyaksikan atau di depan halayak, kita tidak mau bersedekah. Baru kalau kita bisa menunjukkan gengsi sosial kita mau bersedekah. Akibatnya infaq yang kita lakukan bukan atas dasar iamn, melainkan karena gengsi sosial. Dari sininya hilangnya keberkahan dalam infaq kita. Sebab Allah sangat membenci orang yang berinfaq dengan tujuan supaya dipuji orang lain. Dalam terminology agaam, sikap semacam ini dikategorikan riyak. Suatu sikap yang akan menundang dosa. Bahkan riyak disebut juga “Assyirkul Asghar” (syirik kecil), sebab dengan sikap tersebut ia lebih menyukai dipuji orang daripada dipuji Allah. Tegasnya ia telah mensejajarkan manusia dengan Allah.

Keempat: lemahnya kesadaran bahwa setiap yang kita infaqkan akan menjadi tabungan kita di hari akhirat, yaitu kehidupan kita yang kekal kelak. Mencapai kebahagiaan dalam kehidupan ini memerlukan bekal khusus yang berkualitas. Bekal tersebut harus kita persiapkan dengan nilai-nilai keihlasan sewaktu di dunia. Salah satu bekal tersebut adalah berinfaq. Tidak harus dengan harta, namun dengan apa saja yang ia miliki. Mereka yang mempunyai ilmu bisa berinfaq dengan ilmu, mereka yang punya harta bisa berinfaq dengan hartanya, begitu seterusnya. Satu hal yang perlu kita yakini bersama bahwa barang siapa yang berinfaq di jalan Allah dengan tanpa hitungan “bighairi hisab” maka Allah akan membalasnya dengan tanpa hitungan pula. Amiin. (13 November 2002)

Sumber :
Amir Faisal Fath, Mahasiswa Paska Sarjana, Tafsir al-Qur’an, International Islami Univrsity Islamabad.

23 Agustus 2009

Membudayakan Zakat, Infaq dan Sadaqah

Pernahkah kita berfikir tentang berbagai fenomena dan kejadian alam, seperti tanah longsor, banjir, kebakaran, gempa bumi, angin ribut dan sebagainya. Mengapa musibah selalu datang bertubi-tubi? Padahal keadaan krisis yang melanda negeri inipun belum dapat ditemukan solusinya dalam mengatasinya. Kemiskinan dan kesulitan hidup selalu menjadi issu yang semakin rame dan menarik diperbincangkan.

Mari kita renungkan mengenai berbagai fenomena dan kejadian yang kita alami keseharian. Mungkin anda pernah merasa tidak nyaman ketika anda berkendaraan, ada pengemis dan pengamen serta pedagang asongan dilampu merah? Atau mungkin anda sangat terganggu ketika berkendaraan melewati jalan yang diserobot oleh pedagang kakilima? Dan atau mungkin juga merasa terganggu ketika berkendaraan, dan tahu-tahu tukang becak nyelonong semaunya saja? Mereka melakukan hal tersebut bukannya tidak tahu bahwa itu mengganggu lalu lintas dan membahayakan dirinya dan orang lain, tetapi karena faktor keadaan yang sulit mencari pekerjaan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dengan macetnya jalan yang melewati pasar yang badan jalannya diserobot oleh pedagang kakilima, bukannya mereka tidak tahu hal itu juga berbahaya? Tetapi alasanya juga sangat sederhana yaitu tidak mampu menyewa tempat yang harganya tidak terjangkau, sementara tuntutan hidup tidak dapat ditunda.

Pada titik persoalan ini kita harus berfikir, sesungguhnya kemiskinan itu selalu meningkat. Dan ini menjadi tanggung jawab semua pihak yaitu masyarakat dan pemerintah. Menghapus kemiskinan tidak mudah tetapi memperkecil kemiskinan merupakan hal yang harus diwujudkan. Sebab Rasul pernah bersabda: ”Kemiskinan mendekatkan kepada kekufuran”. Sebab-sebab timbulnya kemiskinan pada dasarnya ada 2 hal, yaitu: kemiskinan akibat kemalasan dan kemiskinan akibat dari kurangnya kesempatan yang adil dalam usaha, kebodohan dan kurangnya distribusi kekayaan yang merata. Kemiskinan akibat kemalasan yang dalam agama dinilai paling buruk dan harus diberantas, karenanya hukumnya dosa. Lebih baik jual kayu bakar daripada meminta.

Sebenarnya Islam telah memberikan solusi dalam memberantas kemiskinan yaitu kewajiban membayar zakat 2,5 % dari kekayaannya serta menyuruh umatnya agar selalu rajin mengeluarkan infaq dan sadaqah. Tetapi kebanyakan umat Islam masih enggan melakukannya, mereka masih terpengaruh dengan sikap hidup materialisme dan matematisme belaka. Umat Islam belum yakin 100% bahwa Allah memberi rezeqi itu tidak bisa dimatematis. Allah Berfirman: ”Barang siapa bertaqwa kepada Allah, maka segala urusannya dipermudah dan rezeqinya didatangkan dari arah yang tak diduga-duga”. (QS. At Thalaq: 2-3).

Demikian pula Allah memberikan gambaran bahwa bagi orang yang sedekah atau beramal, diibaratkan seperti menanam sebutir biji yang tumbuh menjadi 10 batang dan tiap batang menghasilkan 100 butir, (QS. Al Baqarah: 261). Jadi rezeqi Allah itu tidak bisa di matematika, oleh karenanya bagi orang yang bersifat materialistis tidak dapat memahaminya. Rezeqi itu ibarat air, jika mengalir maka air itu jernih tetapi jika air itu tergenang/tidak mengalir maka air itu keruh dan banyak penyakit.

Demikian pula dengan harta yang kita punyai, jika sering dikeluarkan sebagai infaq, sedekah dan zakat, maka harta kita akan bersih. Sesungguhnya yang 2,5 % itulah yang menjadi kotoran dan penyakit, maka sekarang ini banyak orang kaya yang dilanda oleh berbagai persoalan hidup dan berbagai penyakit. Salurkanlah yang 2,5 % itu untuk membiayai saudara kita yang tidak mampu.

Pendistribusiannya bisa secara tunai dan langsung diberikan kepada obyeknya, walaupun cara ini sering menimbulkan masalah dan kemalasan. Tetapi juga bisa disalurkan dengan cara modern yaitu dikelola secara tepat dan efektif, seperti melalui Lembaga Amil dan Zakat (LAZDA) atau Badan Amil dan Zakat (BAZDA). Juga dapat disalurkan melalui perbankan Syaria’ah, uang anda yang dipercayakan kepada lembaga keuangan Syari’ah dijamin aman dan menentramkan karena tidak ada riba didalamnya. Munas Ulama tahun 1995 di Jawa Timur mengeluarkan fatwa bahwa bunga Bank itu haram, namun sayangnya dinegara kita saat itu belum mempunyai Bank yang Islami (sesuai Syari’ah). Maka fatwa tersebut dianggap mandul. Alhamdulillah tahun 1999 dibeberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya telah berdiri Bank-Bank yang Islami.

Sekarang tinggal Umat Islam yang harus menentukan sikapnya, Bank Konvensional dengan sistim bunga (menurut DR. Yusuf Qardawi hukumnya haram) tumbuh menjamur diberbagai kota Kabupaten dan Kecamatan. Sedangkan Bank-Bank yang menjalankan sistim Syari’ah (sesuai Islam tanpa bunga) juga telah banyak tumbuh dan berkembang. Jika ada yang lebih baik dan menentramkan, mengapa tidak pula kita manfaatkan? Menurut fatwa MUI tahun 2007, sudah saatnya umat Islam hijrah dari sistim konvensional menuju ke sistim Syari’ah. (*) (7 Agustus 2009)

Sumber :

Drs Asmundir

http://www.radarlamteng.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=3&artid=3033

23 Agustus 2009

Zakat dan Perbedaannya dengan Infaq dan Shadaqah

  1. Makna Zakat
    Secara Bahasa (lughat), berarti : tumbuh; berkembang dan berkah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10). Seorang yang membayar zakat karena keimanannya nicaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah SWT berfirman : "Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.". (QS : At-Taubah : 103).

    Sedangkan menurut terminologi syari'ah (istilah syara'), zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.

    Sementara pengertian infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infaq ada yang wajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dll. Infak sunnah diantara nya, infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam, infak kemanusiaan, dll. Terkait dengan infak ini Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore : "Ya Allah SWT berilah orang yang berinfak, gantinya. Dan berkata yang lain : "Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran".

    Adapun Shadaqoh dapat bermakna infak, zakat dan kabaikan non materi. Dalam hadits Rasulullah SAW memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershadaqoh dengan hartanya, beliau bersabda : "Setiap tasbih adalah shadaqoh, setiap takbir shadaqoh, setiap tahmid shadaqoh, setiap tahlil shadaqoh, amar ma'ruf shadaqoh, nahi munkar shadaqoh dan menyalurkan syahwatnya pada istri shadaqoh". Dan shadaqoh adalah ungkapan kejujuran ( shiddiq ) iman seseorang.

    Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.

    HIKMAH ZAKAT

    1. Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu'afa.
    2. Pilar amal jama'i antara aghniya dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
    3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
    4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
    5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
    6. Untuk pengembangan potensi ummat
    7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
    8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.

    Selain itu juga, zakat merupakan ibadah yang memiliki nilai dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat manusia, terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Allah SWT maupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain

    1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT
    2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.
    3. Menjadi unsur penting dalam mewujudakan keseimbanagn dalam distribusi harta (sosial distribution), dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat
    4. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: Ummatn Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti'ma (tanggung jawab bersama)
    5. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, emurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.
    6. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah
    7. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin. Dalam masyarakat seperti itu takkan ada lagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya komunisme 9atheis) dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur.

    SYARAT-SYARAT WAJIB ZAKAT

    1. Muslim
    2. Aqil
    3. Baligh
    4. Milik Sempurna
    5. Cukup Nisab
    6. Cukup Haul
  2. Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah

    1. Zakat (QS. Al Baqarah : 43)
    2. Shadaqah (QS. At Taubah : 104)
    3. Nafaqah (QS. At Taubah : 35)
    4. Haq (QS. Al An'am : 141)
    5. Al 'Afuw (QS. Al A'raf : 199)
  3. Hukum Zakat
    Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.

  4. Macam-macam Zakat

    1. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah.
    2. Zakat Maal (harta).


    Sumber:
    23 Agustus 2009

Makna Shodaqoh yang Sesungguhnya

Nabi yang mulia Muhammad saw bersabda: “Setiap jiwa diwajibkan bersedekah..”,lebih lanjut beliau bersabda: “Ucapan yang baik adalah shodaqoh, menyingkirkan duri dari jalan adalah shodaqoh, setiap langkah menuju shalat adalah shodaqoh”.

Kalau kita perhatikan hadits ini, shodaqoh merupakan amalan penting yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia baik sebagai hamba maupun sebagai khalifah di muka bumi. Shodaqoh memiliki dimensi yang sangat luas, ia berlaku atas semua manusia dalam kondisi apapun, baik kaya maupun miskin. Shodaqoh bukan hanya bersifat materi, tetapi juga perbuatan baik terhadap sesama manusia. Orang kaya bisa bershodaqoh dengan materi, namun orang miskin pun bisa bershodaqoh dengan berbuat kebaikan ke sesama dan lingkungan. Ucapan yang baik, senyuman yang tulus, menyingkirkan duri, langkah menuju sholat, dan kebajikan-kebajikan lainnya termasuk shodaqoh. Jadi shodaqoh merupakan kebajikan yang universal dan bisa dilakukan oleh siapapun juga.

Betapa luasnya ladang kebajikan dalam agama islam, sehingga setiap individu bisa berpartisipasi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Kalau setiap muslim memahami makna shodaqoh ini dan berlomba-lomba mengamalkannya, maka akan tercipta hubungan kasih sayang antar manusia, empati, dan kekeluargaan. Setiap orang akan merasa bahagia saat ia bisa membahagiakan orang lain.

Nabi bersabda, “Sebaik-baiknya manusia ialah yang paling bertaqwa, mengajak kebaikan, melarang kemunkaran, serta menjaga silaturahmi”.

Balasan kebajikan tiada lain adalah kebajikan pula, ia selaras dengan kadar keikhlasan pelakunya dan pasti akan terjadi. Kalau pun tidak diterima di dunia, maka Alloh menjanjikan balasan yang sempurna di akhirat kelak. Alloh berfirman dalam QS Al-An’am 160, “Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)”.

Seorang muslim hendaklah menjadi pembuka kebajikan dimanapun ia berada, karena kebajikan adalah pintu menuju surga. Nabi bersabda,”Hendaklah kalian berlaku jujur karena jujur akan menuju kebajikan, dan kebajikan akan mengantarkan ke surga”. Betapa Pentingnya amalan shodaqoh ini, bahkan nabi mengIlustrasikan dalam sabdanya,”Takutlah kalian atas siksa neraka walaupun dengan cara bersedekah sepotong kurma, kalaupun tidak mampu, maka lakukan dengan perkataan baik”.

Kelebihan amal shodaqoh di antara jenis kebajikan lainnya, ia memiliki pahala yang tetap mengalir walaupun pelakunya sudah meninggal dunia. Nabi bersabda,“Apabila anak adam meninggal dunia, maka putuslah seluruh amalnya, kecualisedekah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”.

Jadi sesungguhnya, islam memberikan prioritas yang tinggi terhadap amal kebajikan yang berdimensi sosial dan kemanusiaan. Islam di masa lalu bisa memimpin peradaban dunia karena ditopang oleh akidah yang kokoh dan amalan shodaqoh yang luas. Keterpurukan umat Islam saat ini, salah satunya disebabkan kurangnya pemahaman dan pengamalan aqidah dan shodaqoh dalam makna yang sesungghunya. Maka seyogyanya, waktu hidup kita diisi dengan amalan shodaqoh sehingga memberi makna dan manfaat kepada orang lain. Dalam keyakinan islam setiap perbuatan yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan dihadapan Alloh, ia akan ditulis dalam catatan pribadi dan diperlihatkan di padang mahsar kelak.

Sebagai penutup kita simak ungkapan dari salah seorang pemikir Islam, “Seorang shaleh tak akan dibiarkan sendiri oleh kehidupan, dan zaman akan mencatat amal baiknya”.

(Dikutip dari Khutbah Jum’at di Mesjid At-Taqwa Kemayoran, 25 Juli 2009)

Sumber :

http://www.nasehatislam.com/?p=92

23 Agustus 2009


Perbedaan Zakat, Infaq & Shodaqoh

Pertanyaan :
1. Apakah perbedaan Zakat, Infaq & Shodaqoh.
2. Bagaimana Zakatnya Tabungan haji ?
Terimakasih,
AE
di Rawamangun
Jawab :
Assalaamu'alaikum,
Terima Kasih Saudara AE di Rawamangun, Mudah-mudahan Jawaban dari Asatidz MJNY bisa bermanfaat,
---
Definisi Zakat :

Menurut Bahasa :
tumbuh (numuww),Suci (thaharah) dan bersih Berkembang dan bertambah (ziyadah) .

Menurut Istilah Fiqh :
Menyerahkan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak menerimanya

Tujuan Zakat (1) :

Membersihkan :
1. Membersihkan jiwa orang yang memiliki kelebihan harta dari kekikiran.
2. Membersihkan hati fakir miskin dari sifat iri dan dengki
3. Membersihkan masyarakat dari benih perpecahan
4. membersihkan harta dari hak orang lain

Tujuan Zakat (2) :
Mengembangkan :
1. Mengembangkan kepribadian orang yang memiliki kelebihan harta dari eksistensi moralnya
2. Mengembangkan kepribadian fakir miskin
3. Mengembangkan dan melipatgandakan nilai harta
4. Sarana jaminan sosial dalam islam
5. Sarana mengurangi terjadinya kesenjangan social

Landasan Kewajiban Zakat
QS At-taubah ayat 103 :
"Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka."

Hadist :
"Islam dibangun atas lima rukun : syahadat la ilaha illaLah muhammadar rosululLoh, menegakkan sholat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji dan shoum di bulan ramadhan."

Ijma : Para ulama salaf (ulama klasik) ataupun ulama kholaf (kontemporer) sepakat akan wajibnya zakat.



Perbedaan Zakat, Infaq, Shodaqoh
Zakat : Kewajiban harta yang spesifik, memiliki syarat tertentu, alokasi tertentu dan waktu tertentu.
infaq : Mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat, ada yang wajib dan ada pula yang sunnah.
Shodaqoh : Maknanya lebih luas, mencakup infaq, zakat, atau kebaikan non materi lainnya.

Penjelasan
INFAQ arti menurut bahasa MEMBELANJAKAN.
Pengertian Menurut Syara' ;
 Mengeluarkan harta karena taat (patuh) kepada Allah

INFAQ terdiri dari:
1. INFAQ WAJIB; seperti zakat, nadzar
2. INFAQ SUNNAT' ; seperti memberikan pertolongan dengan mem-berikan suatu barang.

FIRMAN ALLAH SWT : artinya

........ dan tetaplah kamu ber-INFAQ untuk agama Allah, dan janganlah kamu menjerumuskan diri dengan tanganmu sendiri kelem- bah kecelakaan (karena menghentikan INFAQ itu)." (Q-S. Al Baqarah ayat 195)

Sabda Rasulullah SAW.
Dari Abu Musa Al-Asyary R.A. dari Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tiap-tiap Muslim haruslah bersedekah"; Sahabat bertanya; "Bagaimana kalau dia tidak mampu Ya Rasulullah?"; Nabi menjawab, "Dia harus berusaha dengan kedua tangan (tenaga)nya hingga berhasil untuk dirinya dan untuk bersedekah"; Sahabat bertanya, "bagaimana kalau dia tidak mampu?"; Nabi menjawab; " menolong orang yang mempunyai kebutuhan dan keluhan"; Sahabat bertanya, "bagaimana kalau dia tidak mampu?"; Nabi menjawab, "Dia melakukan sesuatu perbuatan baik atau menahan dirinya dari perbuatan munkar (kejahatan) itupun merupakan shodaqoh baginya".

»Ketentuan ber- INFAQ
INFAQ WAJIB ; bentuk dan jumlah pemberiannya telah ditentukan.
INFAQ SUNNAT : Tidak ada ketentuan dalm bentuk dan jumlah pemberiannya, terserah kepada pertimbangan dan keikhlasannya.

»Manfaat ber-INFAQ : mengharap ridho Allah dan melatih diri

S H A D A Q O H
Istilah umumnya Derma, penjelasan menurut kebiasaan Memberi sesuatu kepada orang lain yang sangat membutuhkannya dengan mengharap pahala dari Allah SWT.

Pengertian menurut syara': memberi sesuatu kepada orang yang membutuhkan sekalipun ia tidak mengharapkan pahala, atau memberi sesuatu kepada orang kaya karena mengharapkan pahala di akherat; Pengertian menurut kebiasaan: memberi sesuatu kepada orang lain yang sangat membutuhkannya, dengan mengharapkan pahala dari Allah S.W.T.

FIRMAN ALLAH SWT - SURAH AL-BAQARAH 177 ;

artinya memberikan harta benda yang dikasihi kepada keluarganya yang miskin dan kepada anak yatim dan orang miskin, dan orang dalam perjalanan dan kepada orang-orang yang meminta (karena tidak punya) dan untuk memerdekakan hamba sahaya".

Kententuannya tidak disyaratkan ijab qobul (serah terima)

» Manfaat bershadaqoh :
Untuk dapat mencegah datangnya bala.
Untuk dapat memelihara harta dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Untuk mengharap keberkahan harta yang dimiliki.


Sebelum menjawab pertanyaan tentang apakah tabungan haji wajib dikeluarkan zakatnya ? Perlu kami ulas sebalumnya tentang Zakat terlebih dahulu. Sebagaimana kita ketahui, zakat penghasilan seperti gaji, honor, upah dan jejenisnya merupakan bentuk zakat yang di masa lalu belum ditetapkan. Zakat
penghasilan baru ditetapkan di masa sekarang ini melalui ijtihad para ulama besar di abad ini.

Sebagai sebuah ijtihad, tentu saja melahirkan pro dan kontra. Yang tidak setuju dengan adanya zakat penghasilan berprinsip bahwa zakat itu bagian dari ibadah ritual, sehingga harus didasari dengan dalil-dalil yang qath'i dan tegas. Dan kitab-kitab hadits atau pun fiqih klasik sama sekali tidak pernah menyinggung tentang kewajiban zakat penghasilan ini.

Pendapat lembaga zakat yang PERTAMA mengatakan tidak ada lagi zakat untuk uang tabungan melandaskan ijtihadnya dengan logika bahwa zakat tidak perlu dibayarkan dua kali untuk harta yang sama. Karena pemilik uang sudah bayar zakat penghasilan, maka uang itu tidak perlu lagi dibayarkan zakatnya
sebagai zakat tabungan. ( tentunya kita sudah melaksanakan Zakat terlebih dahulu sebelum menabung di Tabunga Haji )

Sedangkan pendapat lembaga amil yang KEDUA mewajibkan zakat lagi, berprinsip bahwa semua jenis dan bentuk harta ada zakatnya. Ketika menerima sebagai gaji, wajib dikeluarkan zakatnya. Dan ketika disimpan menjadi tabungan lalu terkumpul hinngga mencapai nishab dan haul, wajib lagi dizakatkan.

Nah, seandainya tidak ada zakat penghasilan, tentu tidak perlu ada perbedaan pendapat ini. Karena yang dizakatkan tinggal satu saja, yaitu zakat uang tabungan.

Jadi Mana Yang Benar?

Dalam hal ini kita tidak bisa menyalahkan salah satu pendapat. Keduanya berangkat dari ijtihad yang kuat.

Yang mengatakan harus ada zakat tabungan lagi di luar zakat penghasilan berangkat dari logika bahwa tiap jenis harta zakat ada ketentuan zakatnya. Misalnya seseorang bertani dan mendapatkan panen yang melebihi nisab. Maka dia harus berzakat sesuai dengan ketentuan. Lalu dari hasil panen yang dijualnya itu, dia membeli beberapa ekor sapi untuk diternakkan. Apabila telah memenuhi nishab dan haulnya, petani yang kini punya profesi sampingan sebagai peternak itu tetap wajib berzakat atas harta ternaknya.

Mengapa demikian?

Karena ternak miliknya itu telah memenuhi syarat baginya untuk wajib mengeluarkan zakat. Meski sumber permodalannya dari hasil panen yang sudah dikurangi untuk berzakat.

Kesimpulan:

Kedua pendapat di atas lagi-lagi adalah hadsil ijtihad yang didapat dari berbagai dalil. Terkadang hasil ijtihad bisa sama dengan sesama para ahli ijtihad yang lain, tetapi tidak jarang hasilnya berbeda-beda.

Perbedaan pandangan itu biasanya lahir karena berbagai sebab. Yang utama di antaranya karena perbedaan sudut pandang, juga karena perbedaan metodologi pengambilan kesimpulan hukum, bahkan tidak jarang perbedaan itu terjadi karena perbedaan dalam menetapkan keshahihan suatu hadits, juga ketika menetapkan kekhususan dan ke-umumannya.

Buat kita yang awam, hasil ijtihad yang mana saja boleh kita pilih dan suatu ketika boleh saja kita tinggalkan. Sebab boleh jadi ulama yang mengeluarkan hasil ijtihad itu sendiri suatu ketika akan mengoreksi kembali pendapatnya. Dan hal itu hukumnya sah-sah saja.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

==============================

1. Al-Qordhawi, Fiqh al-Zakah
2. Artikel :Tinjauan Hukum Zakat, Menurut Perspektif Hukum Islam dan perundang-undangan oleh Ahmad Zainuddin, LC
3. Wahbah al-Zuhayly, zakat kajian berbagai mazhab,

(13 Februari 2008)

Sumber :

http://www.nurulyaqin.org/index.php?option=com_content&task=view&id=101&Itemid=83

23 Agustus 2009